Jumat, 26 September 2014

Rindu Dalam Selembar Surat

Malam itu bintang terkikik geli. Entahlah mereka menertawakanku atau mereka ikut tertawa dalam candaan kami yang tiada henti sejak magrib berkumandang. Malam itu merupakan pertemuan kami setelah 6 bulan terpisah karena mengambil universitas yang berbeda. Fatin menceritakan pertemuannya dengan seorang lelaki yang sanggup mengalihkan perhatiannya. Sementara aku?

Fatin    : “Sudah, lupakan saja!”
Raafi   : (terdiam)
Fatin    : “Tidak ada yang menjamin dia setia padamu.”
Raafi   : “Tidak bisa. Lihatlah kata kata ini!” (menunjukkan handphone-nya).
Fatin    : “Hanya omong kosong!”
Raafi   : “Minggu lalu dia juga mengirim surat ini. Biar ku bacakan…”


“Assalamualaikum wr.wb.
Kepadamu, wanita yang tatapannya membuatku tenang. Dik… Ku harap hari ini kau ada di sini, duduk di sampingku dengan senyumanmu, karena ku tahu langit akan terlihat indah di sini, saat kita membicarakan masa lalu yang tak dapat kita tuju, masa depan yang kita harapkan, lalu purnama ini pun akan iri melihat kita di sini. Namun, harap tak selamanya menjadi nyata. Kita berada dalam jarak dan waktu yang berbeda. Tapi, kutahu kau akan berdiri tegak bagai karang di tengah samudra. Hingga suatu hari nanti aku akan datang di hadapanmu membawa sejuta harap dan rindu hingga purnama dan sang surya iri kepada kita. Tetap tegarlah di sana hingga saatnya tiba tetaplah teguh dengan apa yang sering kau namakan prinsip. Jagalah kesalehanmu, aku di sini selalu mendoakanmu. Jangan pernah menangis ataupun bersedih, karena senyummu lebih indah dari apapun di dunia ini.
Dik, kuharap malam ini aku adalah sepotong do’a yang kau panjatakan tanpa tangis sedikitpun. Matahari selalu tahu apa yang dirasakan, dipikirkan, mawar. Ketika lebah selalu tulip karena matahari selalu bersinar walau ia tidak diharapkan. Karena kita tidak pernah benar-benar mengetahui apa yang sebenarnya kita ikhlaskan. Dan ingatlah ketika kesedihan menerpamu. Sesungguhnya kebahagiaan akan datang padamu. Dan ketahuilah ketika kebahagiaan yang sedang kau alami sekarang adalah awal dari kesedihanmu. Jangan pernah kau membuang perasaan atau kenangan yang kau dapat selama ini karena ketahuilah, Allah lebih mengetahui dari apa yang diketahui manusia. Kesedihan tidak akan membuatmu lebih tegar melainkan hanya membuatmu larut di dalamnya. Kita tidak pernah benar-benar tahu apa yang kita inginkan dan perlukan karena itu tipis. Kita bukanlah sungai yang mendambakan samudra yang di mana pasti ia akan bermuara, sebab terlalu banyak liku dalam Qodrat yang telah ditulis Allah.
Dari aku yang selalu menunggumu.
Rio”

by: Anonymous

Sebab saat ini hanya tinta dan kertas yang mampu mewakili kerinduanku padamu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar