Kamis, 30 Oktober 2014

Selasa, 21 Oktober 2014

The Creative Writing Seminar Publishing


Well, here we are, guys! :D
It is just a few days more to the crucial day of our Creative Writing Workshop with Mark Richardson. It will be held on Monday, October 27th 2014, at 1 p.m. We pick the courtroom of our campus for it is one of comfortable rooms. Hehehe :D
How about the participant registration scheme?
Ya, we open the registration stand right in front of EDSA Office (the Blue Box), because there are so many students will walk accross the spot. :)
How about the publishing itself?
Ya, we publish this important information via Facebook status, our twitter status, blog (ofcourse), by spreading so many leaflets on the campus, and also SMS. ;)
That big day, it can be counted by fingers. We are really waiting for this event, guys! :D
So, what will happen next?
Stay tune on our blog for further spectacular information. :D
Ciao! ;)

(for your prior information)

Selasa, 14 Oktober 2014

Jodoh Untuk Fatimah

Sore itu seperti biasanya aku berjalan dengan membawa keranjang kosong. Senyum mengembang dari bibirku. “Alhamdulilah, terima kasih atas rizki yang telah engkau berikan, ya Allah.” Fatimah lega. Kue kue yang ia titipkan di pasar telah laku habis terjual. Biasanya pagi hari ia membuat kue dan ia titipkan di pasar dan sore harinya setelah mengajar ia mengambil dagangannya di pasar. Dan sore ini ia bisa membawa sedikit rezeki untuk Ibu dan adik-adiknya.
“Mak, aku pulang.” Fatimah memasuki rumah dan mencari ibunya. Perempuan itu sedang sibuk di dapur. Bergelut dengan asap dan keringat yang mengucur.
“Sudah pulang, Imah. Bagaimana daganganmu?” Ibunya selalu berharap kalau kue-kue itu habis terjual.
“Alhamdulilah, Mak. Laku semua.” Fatimah berkata dengan penuh sumringah. Ibunya lega karena baginya kue kue itu adalah penyambung hidupnya bersama Fatimah dan ketiga adik Fatimah.
Fatimah adalah gadis yang cerdas, ulet, pekerja keras, dan sholehah. Tumbuh dibesarkan oleh lingkungan Muhammadiyah menjadikannya ia gadis yang cerdas dan taat kepada Allah. Setiap sore Ia juga mengajar membaca Al Qur’an untuk anak-anak TK Muhammadiyah. Namun gajinya tidak seberapa. Kue-kue itu tetap menjadi penyambung hidup untuk ibunya dan ketiga adik-adiknya.
“Jadi, kapan kamu akan mengenalkan calonmu kepada emak?” 

EJT Towards Creative Writing Seminar with Mark Richardson from Aussie (The Committees)


Hello, guys! :D
So, we are mandated by the department to handle this Creative Writing Workshop by Mark Richardson from Melbourne, Aussie in 27th October 2014. We have organized the committees structure as follows:

The Chief of Committees: Arifiana Tri Wulandari
Secretary: Dinni Putri Munggaran
Treasurer: Devi Rismaya and Aning Rustantiningtyas
Event Organizers: Hasna Fatin Oktavani (coordinator), Iqbal Ghofari, Sri Lestariningsih, Septian Khairunnisa, and Rani Rahmawati
Food and Beverage Organizers: Citra Istriani (coordinator), Meliya Novitasari, Khusnul Khotimah, Catur Julirustati, Chela Imelda N, and Ervina Felarastuti
PDD+HPT: Iis Nur Wijayanti (coordinator), Kurnia Fitriatun, Aulia Dwi Rakhmawati, Ginanjar Arif Wijaya, Kiki Noventri Hermawanto, Kartika Ratnasari, and Raafi Nur Aini

Do you want to know what is this workshop next information? just stay tuned on our blog, yes?! :D

Senin, 13 Oktober 2014

I Love You, Kau Bukan Dia

Dika yang berada tak jauh dari tempat dia berpisah dengan Jean mendengar teriakan seorang wanita, berlari mendekati sumber suara dan melihat Jean sedang meronta berusaha melepaskan diri dari keempat cowok itu.
 Buuk . . . . Buuk . . . . Buuk! Tinju melayang ke muka empat cowok mabuk itu dan Dika berhasil membuat mereka pergi meninggalkan Dika dan Jean berdua.
Dika berbalik menghampiri Jean. “Kamu baik-baik saja? Ada yang terluka, nggak?” Tanya Dika namun tak sepatah katapun keluar dari mulut gadis di hadapannya justru gadis itu menatap Dika langsung. Rasa takut dan syok terlihat dengan sangat jelas di matanya, trauma, karena seluruh badan gadis itu gemetaran. Tanpa sadar Dika memeluk Jean erat, mencoba untuk menenangkannya karna saat ini kata-kata tidak akan menembus ketakutannya. Sontak apa yang Dika lakukan membuat Jean menumpahkan semua air matanya yang dia tahan sejak tadi. Dika menepuk-nepuk punggung gadis dalam pelukannya itu, membuat gadis itu sedikit tenang. Dika membimbing Jean dengan kedua tangannya masih memegangi Jean menuju mobilnya yang kini melaju kerumahnya. Dika tidak mungkin tega meninggalkan gadis sendirian apalagi dalam keadaan tergungcang.
Rasa tegang dan syok yang dirasakan Jean berkurang ketika Dika memeluknya. Rasa aman dan nyaman yang lama tidak dia rasakan menjalar ke seluruh tubuh bahkan relung hatinya. Apa yang dirasakan Jean saat itu membuat Jean percaya padanya sehingga menumpahkan semua yang dirasakannya dan luka perih yang dia pendam selama ini. Ketegangan hampir meninggalkan Jean ketika dia memasuki rumah Dika. Entah mengapa dia merasa terlindungi dan betah untuk tinggal di rumah dengan interior sederhana dan dinding yang berwarna pucat abu-abu ini.
Jean duduk di sofa putih dengan secangkir coklat panas mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang di hadapannya tanpa meninggalkan detail sedikitpun dan dia menikmati suasana yang tercipta di ruangan itu. Tatapannya tertuju pada pintu yang terbuka.

Selasa, 30 September 2014

Terima Kasih, Ibu

Waktu pulang dari kampus, jam menunjukkan pukul satu siang. Hari sangat panas. Ingin rasanya menenggelamkan diriku di air es. Aku berjalan di gang kecil melewati bangunan-bangunan tua yang mulai rusak akibat termakan waktu. Sesekali aku berhenti untuk membenarkan posisi ranselku karena ransel yang aku bawa cukup berat. Aku mencoba menahan lelahku karena tak berapa lama lagi aku akan sampai di kos-kosanku.
Tepat di sudut gang yang menuju kearah kosku aku berhenti. Tatapanku tak beralih dari sosok perempuan berusia sekitar 40 tahun yang sedang menggendong anak laki-laki yang bertubuh kurus. Mereka berjarak sekitar 20 meter dari tempat aku berdiri. Mengenakan pakaian lusuh, berjalan tanpa alas kaki. Sesaat berhenti membetulkan posisi anak yang digendongnya. Kemudian perempuan tersebut berhenti di depan tumpukan sampah yang terletak di tepi jalan. Terlihat dia mencari sesuatu di tumpukan sampah. Perempuan tersebut menemukan sebuah kotak yang kupikir berisi makanan sisa. Perempuan tersebut tersenyum dan menurunkan anaknya. Lalu perempuan tersebut duduk di samping anaknya.
Satu hal yang membuat aku tertegun adalah ternyata kaki anak laki-laki tersebut lumpuh. Anak laki-laki tersebut hanya diam dan melihat ke arah perempuan di sampingnya dengan penuh harap. Perempuan tersebut membuka kotak makanan dan memberikan makanan sisa pada anak laki-laki itu. Tetapi anak laki-laki tersebut menggeleng.
 “Ayo, makan.” Ucap perempuan tersebut dengan lembut.
“Tidak mau! Nasinya bau!” Teriak anak laki-laki sambil menghalangi kotak nasi dengan tangan.
“Tidak, anakku. Ini hanya kamu belum merasakannya saja, enak sekali.” Kata perempuan itu sambil tersenyum dan memasukkan nasi ke mulutnya.
Aku melihat perempuan tersebut memaksakan nasi masuk ke dalam perutnya. Aku pikir benar apa yang dikatakan anak laki-laki itu, nasi yang berada di kotak tersebut memang sudah basi.
“Ibu, cukup! Jangan berbohong lagi!” Kata anak laki-laki itu, lalu merebut kotak nasi dan dilempar ke tempat sampah lagi. “Seharusnya ibu makan makanan yang sehat. Maafkan aku ibu, gara-gara aku, ibu jadi menderita.” Lanjutnya lagi.

Jumat, 26 September 2014

Rindu Dalam Selembar Surat

Malam itu bintang terkikik geli. Entahlah mereka menertawakanku atau mereka ikut tertawa dalam candaan kami yang tiada henti sejak magrib berkumandang. Malam itu merupakan pertemuan kami setelah 6 bulan terpisah karena mengambil universitas yang berbeda. Fatin menceritakan pertemuannya dengan seorang lelaki yang sanggup mengalihkan perhatiannya. Sementara aku?

Fatin    : “Sudah, lupakan saja!”
Raafi   : (terdiam)
Fatin    : “Tidak ada yang menjamin dia setia padamu.”
Raafi   : “Tidak bisa. Lihatlah kata kata ini!” (menunjukkan handphone-nya).
Fatin    : “Hanya omong kosong!”
Raafi   : “Minggu lalu dia juga mengirim surat ini. Biar ku bacakan…”

I Love You, Kau Bukan Dia

Berjalan menyusuri jalan raya dengan earphone di telinganya membuat gadis berusia 23 tahun ini tidak sadar akan sekitarnya bahkan dia tidak menyadari dia sedang diikuti oleh seorang laki-laki semenjak meninggalkan apartemennya. Laki-laki itu mengikuti di belakangnya, mengamati setiap gerak-gerik gadis itu hingga laki-laki itu terperanjat kaget ketika gadis itu berhenti di tikungan jalan dan menatap taman di hadapannya dengan tangan kiri menghalau sinar matahari. Kemudian gadis itu berjalan kembali, begitu pula laki-laki yang mengamatinya hingga sampai di toko buku dimana gadis itu bekerja setiap harinya. Laki-laki itu memutuskan untuk menyudahi pengamatannya di pagi hari ini dengan senyum di wajahnya.
Matahari telah lama sembunyi dari singgasananya pertanda malam telah datang, gadis itu melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul tujuh malam. Dia harus segera pulang sebelum jalanan sepi, berpamitan dengan yang lain dan berjalan keluar sambil memasang earphone miliknya. Lagi, laki-laki yang mengikutinya tadi pagi telah menunggunya di kafe seberang jalan semenjak empat puluh menit yang lalu. Mengikuti gadis itu lagi hingga pulang ke apartemennya yang tak jauh dari tempat dia bekerja, sekitar dua puluh menit berjalan kaki. Di tengah perjalanan pulang, gadis itu bertemu dengan temannya dan membuat laki-laki itu seketika mengubah arah jalannya memasuki gang lain.
“Huft . . . . Ini menyebalkan, aku pikir reuni kali ini akan lebih meriah dari yang kemarin ternyata jauh dari harapanku.” Ujar Tara, gadis yang tak sengaja bertemu di tengah jalan ini adalah tetangga sebelah apartemennya semenjak tiga tahun yang lalu.
“Lalu bagaimana dengan harimu di toko buku, Jean?” Sahut Tara. Ya, gadis yang berkerja di toko buku yang selalu menggunakan earphone ini adalah Jean. Lengkapnya Jeannice Putriwardhana.
“Tidak ada yang spesial Ra’. Seperti biasa hanya merapikan buku dan melayani pembelian.” Jawab Jean dengan santai.

Jumat, 12 September 2014

Our 'EJT Sharing Books, Sharing World' Launching Day

Alhamdulillah. 
Finally, we have launched one of our working programs on September 10 several days ago. It was placed right in front of our lecturer office. Glued with some signs, we do hope that this honesty library will give much benefits to all its readers. The readers may those who is waiting for her/his lecturer, or those who stop by and needs some entertainment. They may read the books, but they may not bring the books home. :)
Enjoy your reading!


Selasa, 22 Juli 2014

The Night Is Yet Young

Still Exist

“Belok kanan setelah masjid Bang.” Terdengar suara Fatimah memberi arahan dengan sisa perasaan yang berbeda. Entah mengapa.
“Oke. sudah tiba, Fat. Maaf nggak mampir ya, sudah larut malam. Kebetulan tadi izin dengan ibu juga nggak boleh terlalu larut.” Kata Arshaf.
“Beneran nih, nggak mau mampir dulu?” Fatimah meyakinkan kembali, sedangkan lubuk hatinya bertanyaan “Ada apa ini?”
“Iya, salam aja ya buat ibu Fatimah, semoga lekas sembuh. Dan sampaikan juga maafku ke orang tuamu.” Apa mau dikata jika Arshaf telah memutuskan demikian.
“Iya, terima kasih ya, Bang. Maaf, sudah merepotkan.” Kata Fatimah, menanggapi positif.
It’s okay.” Arshaf tersenyum “Well, I have to go home when you first enter.” Arshaf menyuruh Fatimah masuk rumah terlebih dahulu sebelum ia pulang “Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikummussalam.”
*   *   *

Ayah Fatimah langsung menghampiri Fatimah dan menyambut kedatangan putri bungsunya ketika membuka pintu sembari mengucap salam. “Lho, Arshaf mana, Fat? kok nggak mampir dulu?”
“Langsung pamit tadi Yah, cuma titip salam buat Ayah juga Bunda.” Setelah mencium tangan ayah, Fatimah berlalu mencari sosok yang menjadi alasan utama Fatimah pulang dari kota pelajar tempat ia menuntut ilmu.
“Kasihan lho, Fat. Jauh-jauh kok nggak disuruh mampir dulu?” Ledek Ayah “Harusnya dibikinkan minum teh dulu buat hangat-hangat.”
“Kata Arshaf tadi Ibunya mengamanatkan supaya jangan pulang terlalu larut, Ayah.”
Tepat di ruang tengah, tempat yang biasa digunakan keluarga Fatimah menonton televisi sekaligus ajang berkumpul keluarga setiap harinyalah sosok yang dicarinya berada. Fatimah pun langsung menghamburkan pelukannya kepada sosok tersebut, melepas kangen yang ia tahan selama 12 bulan, berada dalam dekapannya terasa begitu hangat dan nyaman, mengetuk hati yang dirundung rindu membuat mata tak lagi tahan membendung buliran bening yang kini telah menetes.


Minggu, 06 Juli 2014

Larut di Ujung Kanvas

Saat butiran embun membasahi daun dan mentari menyesaki udara, menyentuh lembutnya kabut dan embun yang membasahi kulit-kulit daun, menjadikan berkilauan bak berlian di pagi yang cerah ini. Saat ku menikmati indahnya alam pagi ini, tiba-tiba ia mengagetkanku.
“Lihat itu, Ran. Apa kau ingat anak itu?” dia menunjuk pada anak laki-laki yang sedang menggambar di pinggir danau. Aku belum sempat terpikir apa yang Leya maksud dengan pertanyaan itu. Namun sejenak kulihat dengan seksama anak itu, tiba-tiba sekilas kembali ke 10 tahun silam ku ingat masa kecilku, ya cinta pertamaku. Leya memang sahabatku dari kecil, bahkan dia lebih ingat dengan semua itu daripada diriku sendiri.
“Oh iya, ternyata kau ingat, anak itu sekarang dimana ya, Ley?” Tanyaku padanya. Pagi yang sangat cerah itu membawa ku kembali pada kenangan lampau yang sangat lucu. Cinta itu tumbuh begitu saja entah karena kekagumanku atau hal lain. Dia salah satu anak berprestasi dalam melukis. Seakan dia melukis setiap sudut di langit-langit hatiku saat itu. Hari pertama di sekolah, hujan gerimis, aku dan Leya menunggu redanya rintik hujan.

Selasa, 24 Juni 2014

Suratku Untukmu

            Aku membetulkan tas ransel euro polo coklat berisikan laptop dan beberapa buku ilmu hukum beserta kamusnya yang sedikit mengganggu pundak. Kakiku sudah mulai pegal menunggu bus yang seharusnya sudah lewat beberapa menit lalu dan mengantarku ke kampus. Namun, aku juga tidak bisa menyalahkan si sopir ataupun siapa saja karena ini memang kesalahanku yang bangun kesiangan. Begadang semalaman bersama teman-teman untuk mengerjakan laporan untuk dipresentasikan di depan dosen sudah bisa membuat sakit kepalaku belum hilang sampai sekarang. Kulihat, seorang ibu yang berdiri di sampingku sedari tadi juga sudah mulai melihat-lihat jam tangannya. Di depanku, suasana ramai toko Joger sudah menjadi sarapan setiap pagi bagi mahasiswa yang kuliah di Bali. Toko itu tidak pernah sepi. Toko khas Bali itu menjual berbagai pakaian dan tas dengan harga tinggi. Tapi, tetap saja pembeli yang berkunjung tidak menurun. Sekilas, aku juga melihat tukang pos yang memarkir motornya di depan salah satu rumah di samping toko Joger. Bicara tentang surat, itu mengingatkanku pada suatu kejadian.

Sabtu, 21 Juni 2014

The Night Is Yet Young

Have a card up sleeve
  
Aku segera mengetik SMS setibanya di terminal malam itu. “Arshaf, aku sudah sampai. Maaf ya, kalo harus merepotkanmu.” SMS pun segera ku kirim, sambil menunggu balasan dari Fajar aku menyusuri trotoar mencari tempat duduk untuk beristirahat. Malam ini angin seakan menembus tulang dan menusuk tiap persendianku. Maklum, tempat tinggal kami berada di dataran tinggi jadi pantas saja kalau udaranya terasa lebih sejuk, terutama di malam hari.
Sudah 15 menit selang aku menunggu balasan SMS Fajar namun tak kunjung jua ku dapatkan balasannya. Aku pun mengirim SMS lagi. Dan menunggu balasannya lagi. Ternyata masih sama, Fajar tak kunjung membalas. Alhasil aku sedikit panik dan mulai gusar.
Bertubi-tubi SMS pun aku ketik dan kirim kepadanya. “Arshaf, kamu udah sampai mana?”. “Bang, udah otw, belom?”.”Bang, hati-hati di jalan, yah.”.”Arshaf Putra Pamungkas.
Sekian banyak SMS dariku tak satu pun yang ia balas, bahkan teleponku pun tak juga ia angkat. Kini justru kepanikanku semakin bertambah ketika nomor Arshaf tiba-tiba tak bisa di hubungi lagi. Entah, aku tak tahu apa yang sedang terjadi.
Ku baca kembali SMS balasan terakhir dari Arshaf. “Iya InsyaAllah bisa, tapi aku on the way dari rumah ba’da maghrib. Jadi maaf kalo nanti kamu nunggu lama. Dan kalo masih ada bus. lebih baik naik bus aja, ya.

*  *  *

Kamis, 19 Juni 2014

True Love


Suatu sore yang cerah terlihat dari jendela sebuah kamar seorang cewek yang bernama Indah. Saat sedang berbaring di atas kasurnya tiba-tiba dia memandang sebuah bingkai biru di atas meja sebelah tempat tidurnya. Dia tersenyum melihat benda yang ada dalam bingkai itu, bukan foto ataupun lukisan. Hanya sebuah kertas lusuh bergambar mobil. Kertas yang Indah robek dari buku gambar milik seorang cowok 2 tahun lalu saat perpisahan SMA. Cowok itu sama sekali tidak tahu indah merobek buku gambarnya. Bahkan, mungkin dia tidak mengenal Indah. Indah hanya satu dari ratusan penggemarnya di sekolah.

Rabu, 11 Juni 2014

Lorong Gelap


            Pembunuhan itu terjadi sekitar 30 tahun yang lalu. Pak Iman yang melihat kejadian sadis itu diminta untuk tutup mulut oleh pemimpin universitas. Pak Iman pun langsung pergi dari tempat itu dan segera berkemas untuk pulang ke kampung halamannya. Dia tidak mau tahu lagi tentang masa lalu itu dan menganggap itu hanya mimpi buruk.
            Seiring berjalannya waktu kejadian itu hilang kabarnya. Kampus itu pun berjalan seperti biasa dan mengalami kemajuan. Bertahun-tahun kisah itu terkubur dalam tanpa seorang pun yang mengusiknya. Hingga pada satu angkatan kejadian itu kembali muncul, sepertinya dia ingin meminta balas atas perlakuan yang menimpanya waktu itu. Dia masih belum tenang, dia masih menyimpan dendam kepada orang yang telah menyakitinya.
            Awalnya kejadian itu dirasakan oleh mahasiswa baru yang sedang menjalani masa ospek. Mahasiswa itu adalah Jojo, Tata, Angga, Tia dan Kristy. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh manusia pada umumnya. Jojo bisa melihat makhluk halus tanpa perantara. Tata bisa melihat kejadian pada masa lampau. Angga bisa berkomunikasi dengan makhluk halus. Kemudian Tia bisa mendengar bisikan serta ucapan yang diucapkan oleh makhluk halus itu. Sedangkan Kristy dapat merasakan keberadaan makhluk halus itu tanpa memperlihatkan wujud.
            Mereka dipertemukan dalam satu jurusan yang sama dan pasti memiliki tujuan yang sama. Mereka sebelumnya tidak saling mengenal, namun karena kemampuan yang mereka miliki. Mereka diperkenalkan tanpa sengaja.

Minggu, 08 Juni 2014

Neng Vidi

 Aku rasa hidup itu seperti kanvas, dan kitalah pelukisnya.
mau seperti apa hidup kita, mau diberi warna apa, jawabannya ada pada diri kita,
dan aku Vidi memilih melukiskan pelangi dihidupku.

Menatap kosong kearah jendela yang berembun karena rintikan hujan, memainkan jemari-jemariku, dikaca berembun, memandangi tiap tetesnya yang mengalir lembut, kau takkan pernah tahu bagaimana irama rintiknya begitu damai amat menenangkan, betapa sejuknya menembus hingga ke ujung jari-jemariku bahkan membuat syal ini senantiasa melekat erat dileherku, aku ingin sekali berlari menjemputnya, menikmati tiap tetes rinainya dan menari bersama. Ah! Sudahlah aku bermimpi rupanya, bukankah terakhir kali aku mencoba hal yang sama tapi aku justeru menjatuhkan diriku kelantai

Sabtu, 31 Mei 2014

Cerita Untuk Rassya


Aku melihat ibu sedang menahan nafasnya. Mata bulat itu memandang ke samping rumah memperhatikan adik kecilku Rassya yang sedang bermain dengan teman sebayanya. Hari makin panas. Ibu sudah berkali-kali meneriaki Rassya yang tak kunjung masuk ke rumah. Anak itu memang agak nakal, tubuhnya kurus tapi lincah, lidahnya tajam. Sebagai anak bungsu tidak mengherankan jika ia manja dan kadang-kadang suka membantah perkataan ibu. Sekali waktu aku pernah menasihatinya saat ibu sudah lelah dari pagi hingga sore bekerja di klinik sebagai perawat gigi dan ketika pulang harus mendapati perilaku Rassya yang amat menyebalkan itu.
“Rassya tuh gak boleh nakal, kasihan ibu dan ayah setiap hari bekerja untuk Rassya supaya Rassya bisa sekolah, bisa makan, bisa beli mainan. Tapi waktu sampai rumah malah Rassya main kemana-mana tidak mau nurut kalau disuruh pulang. Kasihan ibu, Sya.” Aku katakan hal itu padanya dan untuk kesekian kalinya dalam 2 minggu. Tetap saja ia membandel.  Berbeda denganku dan Raihan kami selalu menuruti apa kata ibu, tidak pernah main keluar rumah. Maka para tetangga pernah menyangka kami anak yang sombong. Padahal sebenarnya tidak. Kami hanya terlalu malu untuk bermain. Kami lebih suka membaca buku dirumah atau menonton TV.
”Raisa cepat jemput adikmu, kepala ibu pusing. Lihatlah badannya sudah berkeringat.” perintah ibu sambil memijiat kening keriputnya. Oh ibu kami tak tahu perasaanmu melihat tingkah kami yang berbeda-beda ini.

Rabu, 28 Mei 2014

Samudera Mencari Ide

            Samudera masih bengong terpaku di depan layar datar laptop Toshiba warna hitam miliknya. Layar datar perangkat komputer itu menampilkan sebuah halaman ibarat kertas putih bersih yang tak berhuruf apatah lagi berkalimat. Pemuda tanggung itu sudah sejak 5 menit yang lalu menatap kosong halaman Microsoft Word yang masih putih bersih tanpa noda dan cela tersebut. Padahal kedua bola matanya sudah perih dan kering sebab dihembus-hembus angin buatan yang ditiup kipas angin mungil berwarna hijau dari balik layar laptop-nya. Namun tak sejengkalpun ia bergerak untuk mematikan kipas angin tersebut dengan alasan gerah. Lagipula, siapa yang tahu jika tahu-tahu nantinya angin segar dari kipas angin hijau mungil itu bakal mendatangkan sebuah ide brilian untuknya? Siapa yang tahu jika nanti tahu-tahu ia akan langsung bisa menghajar habis proyek yang tenggat hari Kamis besok ini seketikanya bila ia mendapatkan ide tersebut. Siapa yang tahu?
            Tapi, ini sudah dua jam sejak Samudera berniat untuk mengakhiri perjalanannya di lini masa akun Facebook-nya sendiri. Tentu saja niat itu bukan sekedar wacana, ia benar-benar melaksanakan niatnya tersebut. Selain lini masanya sudah mulai menyepi sebab waktu setempat sudah menunjukkan pukul tengah malam lebih dua-puluh menit, ia juga sudah diserang rasa sadar dan tanggung jawab akan proyeknya tersebut. Hm, pikirnya mungkin dengan menghentikan perjalanan berselancarnya di dunia maya tersebut ia akan segera mendapatkan ide agar bisa segera memulai proyeknya. Ya, memulai. Pemuda tanggung itu bahkan belum memulai proyeknya! Lantas bagaimana bisa ia menyelesaikan proyeknya sedang memulainya saja belum? Aduh, biyung-biyung!

Sabtu, 24 Mei 2014

EJT "Sharing Books, Sharing World"



The EJT "Sharing Books, Sharing World" is one of the Internal Division working program. It is such an honesty library. On this working program, all of the EJT organizer gonna share some second-hand yet useful books at our campus that will be placed in front of the lecturers office also in front of our 'mother' office named English Department Student Association (EDSA) office. but not only the organizer who gonna share the books, all of UAD family may also share their second-hand useful books. therefore, the EJT organizers have attached some informative pamphlet on some wall-magazines at the entire spots of our campus so the crowd can contact us for further information about the program. After we got some second-hand useful books, we'll gonna glue them with labels to show that it ias our archive. we also wrap the books with a clean plastic wrapper in order to save the book cover from any dirty stain. so, the books will be looked like new and fresh from fridge again! yeei! :)

With the confidence within our heart, we do believe that by this honesty library all of us can share the world and some information to others also to ourselves. :)


Amanah di Ujung Fajar


Sore itu Senja masih kuning kemerah-merahan, terdengar suara adzan berkumandang di masjid kampus kami. Seperti biasa aku dan sahabatku masih asyik bercanda di kampus tercinta. Aku kenalkan sahabat-sahabt dekatku. Pertama Kiki, dia adalah seorang cowok pendiam, baik, pemikir, rela berkorban demi teman, gokil, dia juga peka , dan dia juga sok cool banget. Kedua adalah Viki, dia adalah cewek tomboy tapi alay, tetapi hatinya lembut sekaligus kepo abis, dia punya suara paling lantang dan paling bak-blakan diantara kami berempat, disamping dia kepo dia juga perhatian sama teman, dia jaga super gokil, dan dia paling banyak pengalaman tentang cinta jadi dia cocok jadi psikolog cinta untuk kami bertiga.

Nah yang ketiga ini adalah musuh bebuyutanku namanya adalah Rani, dia orangnya tuh pemikir banget banget, kadang dia jatuh di lubang yang sama, tetapi dia tuh mau mencoba untuk jadi lebih baik lagi, kemauannya tinggi, tapi kadang kurang istiqomah, dan konsistensinya kadang goyah, padahal awalnya sudah bagus banget, dia juga perhatian, dia juga sok tau, terus sering mutung, terus super cerewet, yang pastinnya dia adalah kawan sekaligus lawan bebuyutanku dalam debate everything. Pokoknya kalau bertemu dia dunia seakan-akan perang dunia berlanjut lagi, apa lagi kalo udah kumpul berempat pecah sudah perang dunia ke 3. Hehehe..

Seperti biasa walaupun nggak sekelas setelah kuliah kami sering menyempatkan kumpul-kumpul bareng sekedar untuk tukar pikiran, lepas penat atau hanya bercanda sambil makan saja. Sore itu percakapan kami pun sangat ramai.

“Bul, kita mau makan dimana nih..?” tanya Rani.

“Eeem… kemana ya Ran enaknya? Kemarin udah di angkringan Bu Sugeng kan? Apa mau disitu lagi?” tanyaku.

Senin, 19 Mei 2014

The EJT Inauguration Day

Well, Hello there!
here are our inauguration day pictures that was taken on March the 16th. they contain memories and mandates. we hope that you'll enjoy'em :)



they are Meliya (as the vice chief) and Iqbal (as the chief) when gave a pledge

those are the organizer of EJT 2014/2105
Iqbal and Meliya when was leading the organizer to give a pledge 
it was a solemn event
those are the senior :)
took pictures together! :)


cheers, Ladies! :)
this what we called as brotherhood :)

Sabtu, 17 Mei 2014

The (New) EDSA Journalist Team Organizer

Assalamu'alaikum, wr.wb.
Alhamdulillahi robbil 'alamin.
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita segala nikmat dan kemudahan-Nya sehingga kita dapat merasakan indahnya kehidupan dan perputaran waktu yang masih senantiasa berputar ini. Tak lupa pula shalawat dan salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang dengan segala perjuangannyalah, kita bisa hidup di zaman yang penuh dengan kecanggihan ini tanpa melupakan nilai-nilai dan moral agama Islam.
Mengenai EDSA Journalist Team (EJT) ini adalah salah satu lembaga sosial organisasi di bawah naungan 'ibu' organisasi English Department Student Association pada Program Studi Bahasa Inggris Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. EJT merupakan sebuah LSO yang bergerak di bidang jurnalistik berbahasa Inggris. EJT didirikan pada tanggal 24 Desember 2007 oleh lima orang mahasiswa UAD Yogyakarta. Dengan menghidupkan kembali semangat penyebaran informasi ke dunia maya melalui blog, pengurus EJT tahun kepengurusan 2014/2015 berharap semoga blog berikut akan memberikan manfaat kepada para pembacanya .
Sekian sedikit informasi dari para pengurus EDSA Journalist Team. terus ikuti perkembangan kami dan Never Give Up! :D
Wassalamu'alaikum, wr.wb.

EDSA bulletin online "light for readers"


New Formation of EDSA Journalist Team

EDSA journalist Team is found on December 24th, 2007 in UAD. EDSA journalist Team's formation is Cista (leader), Frisma(1st secretary), Bunga (2nd secretary), Danang (coor of Company), and Reza (coor of Production). Now in the new formation, we are looking for new members to help us getting information for English Department's Students. so joint us.